Isran Noor

ISRAN NOOR: "Saya Tak Akan Negosiasi dengan Churchill"

Churchill Mining Plc, perusahaan tambang asal Inggris, menggugat Republik Indonesia ke arbitrase internasional (International for Settlement of Investment Disputes/ICSID) sebesar US$2miliar.

Churchill menggugat Indonesia atas pelanggaran terhadap Bilateral Investment Treaty antara Inggris dan Indonesia terkait dengan pencabutan izin eksplorasi batu bara di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.


Untuk mengetahui persoalan tersebut dan kesiapan menghadapi gugatan, Bisnis mewawancarai Bupati Kutai Timur Isran Noor, seusai Peresmian Isran Noor Centre di Balikpapan, Rabu (18/7/2012). Berikut petikannya:
Saat ini, bagaimana kesiapan Bapak menghadapi gugatan dari Churchill?

Pemerintah Kabupaten Kutai Timur sangat siap menghadapi gugatan Churchill. Kenapa siap? Karena kami tidak pernah ber­komunikasi dan tidak ada hubung­an apa pun dengan Churchill di Kutai Timur.

Saya baru tahu terakhir kalau dia [Churchill] mengakuisisi saham Ridhlatama Group setelah pencabut­an izin dilakukan oleh Bupati ter­hadap Ridlatama.  Sama sekali tidak pernah ada [pemberitahuan atau laporan akuisisi].

Kemudian, lagi yang terjadi, walaupun dia mempunyai izin atau memiliki saham di Ridlatama itu mestinya ada prosedurnya.

Berdasarkan UU No.11/1967 mengenai pertambangan tidak boleh asing memiliki saham di kuasa pertambangan (KP), yang boleh itu ada pada kontrak karya. Kita tidak masalah, amanlah itu.

Kesiapan Kutai Timur sendiri bagaimana karena membutuhkan negosiator tangguh untuk menghadapi gugatan ini?

Saya tidak akan melakukan negosiasi apa pun dengan Churchill, tidak ada itu. Haram bagi saya bernegosiasi dengan orang yang melakukan kesalahan dari undang-undang negara.

Sudah dibentuk tim?

Sudah. Tim ini, dulu saya pernah meminta kepada Bapak Presiden ketika sidang kabinet.
Namun Bapak Presiden ingin bersama-sama menghadapi gugatan Churchill, tidak hanya daerah, tetapi beliau sebagai kepala negara siap menghadapi.

Jadi tim sudah dibentuk diketuai oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin.
Pembelajaran yang dipetik dari kasus ini?

Pembelajaran bukan hanya bagi daerah karena saya melaksanakan ketentuan perundangan yang sudah benar.

Artinya mungkin memberikan pembelajaran kepada pihak-pihak investor supaya mereka jangan salah, harus mengikuti perundang-undangan di dalam melakukan investasi di Indonesia.

Apakah itu di provinsi, kabupaten dan kota, dan sebagainya. Jadi mereka yang mempelajari. Kita memberikan pelajaran kepada pihak investor supaya sesuai ketentuan.

Apakah memberikan pembelajaran atas permasalahan tum­pang tindih lahan dan perizinan?

Tidak ada yang tumpang tindih, masalah tumpang-tindih tidak ada. Kalau dia tumpang-tindih antara kebun dan batu bara boleh, karena beda komoditi.

Ketika nanti ada yang bersangkutan di sana ada izin tambang dan kebun di atas lahan yang sama, me­reka bisa berunding.

Oke, kalau mau ambil tambang dulu setelah itu ditanami lagi, ketika ada tanaman yang sudah ditanam lalu ditambang, tapi ganti dulu investasi. Tempat saya terjadi seperti itu aman.

Yang tidak boleh itu tumpang-tindih antara tambang dan tambang dengan komoditi yang sama. Tambang dengan tambang dengan komoditi yang berbeda boleh.

Misalnya di atas lahan yang sama ada emas dan batu bara, boleh dua, supaya sumber daya alam tidak dicuri orang secara ilegal.

Tempat saya ada kebijakan oke bo­­leh tumpang-tindih, tetapi ha­­rus berbeda komoditi.

Kalaupun tum­pang-tindih berbeda komoditi, ha­­rus punya kesepakatan. Peme­rintah daerah yang memfasilitasi. Tidak ada yang rugi.

Apakah kasus ini akan mengurangi minat in­­vestasi di Kutai Timur?

Justru ini tidak akan mengurangi minat investasi, karena investor itu ingin kepastian hukum. Kalau tidak ada kepastian hukum kita, peraturan perundangan kita tidak jelas, itu yang ditakuti investor.

Tempat saya itu yang mau investasi antri, banyak sekali. Sampai tidak ada lagi arealnya. Jadi tidak ada urusan ini [gugatan Churcill] akan mengurangi minat investasi. Omong kosong itu.

Alasan Bapak mencabut secara sepihak izin Ridlatama?

Karena dia melanggar aturan. Kalau tidak melanggar aturan tidak akan saya cabut. Pelanggaran aturan yang pertama adalah dia melakukan/membuat dokumen pemalsuan.

Kedua, adalah melanggar UU No.41/1999 tentang Kehutanan, bekerja tanpa izin Menteri Kehutanan di wilayah hutan yang terlarang. Banyak sekali.

Pokoknya sudahlah, ini [pencabutan izin] sudah benar  berdasarkan aturan di republik ini, termasuk otonomi daerah.

Dari kasus ini mencuat pemikiran kalau penerbitan izin-izin pertambangan nanti­nya diharapkan dikembalikan ke pemerintah pusat. Ba­­gai­­mana menurut Bapak?

Itu baru pendengaran. Itu yang keliru. Itu yang salah.
Itu hanya alasan-alasan bahwa pemerintah pusat dalam hal ini sektor tertentu ya sudah mengingkari atau melanggar ketentuan atau komitmen-komitmen peraturan yang sudah ada.

Isran Noor Tegaskan Tidak Akan Nego dengan Churchill

Sumber: bisinis.com